tongkrongin.com – Kota rekreasi, kota budaya, dan kota pelajar ialah tiga antara jumlahnya panggilan untuk Yogyakarta. Pemberian panggilan itu tidak sembarangan, apalagi predikatnya sebagai kota pelajar telah dipakainya semenjak jaman dulu. Bukan hadiah dari pemerintahan, tetapi dipakaikan oleh warga langsung ke Yogyakarta karena beragam alasan.

Lantas, apa alasan yogyakarta disebut sebagai kota pelajar sampai dapat bertahan sampai saat ini dengan panggilan itu? Apa tetap terkait dengan status wilayah spesial yang dipakainya? Yuk, baca 5 alasan lengkap Yogyakarta disebutkan kota pelajar ini.  Mungkin bisa jadi pencerahan buat kamu untuk kedepannya !

Pendidikan Di Yogyakarta Sudah Ada Sejak Zaman Dahulu

Cikal akan pendidikan di Yogyakarta dapat ditunjukkan semenjak jaman kuno, bahkan juga saat sebelum Nusantara mengenali tulisan. Menurut Sugiyanto (2004) dalam jurnal “Yogyakarta Kota Pendidikan dan Ekonomi Alternative” yang termuat di Cakrawala Pendidikan terbitan UNY, November 2004, pada era 1-1500 Masehi sudah ada pendidikan berbentuk “Tunggak Semi”, satu bentuk pendidikan yang paling tua.

Pada periode itu, sekolah diselenggarakan di padepokan seperti padepokan Pacrabakan dan Wihara dan diajar oleh guru atau Pendeta Jnanabadra. Evaluasi yang dikatakan waktu itu ialah Cilpacastra yang maknanya pelajar wajib tirukan, mengingat, dan jalankan perintah guru.

Selanjutnya pada era 1800-1900 di Yogyakarta, pendidikan dilaksanakan disekitaran keraton atau persisnya di tratag yang diasuh oleh figur agama dan famili kerajaan.
Pesertanya tidak lain ialah beberapa anak kerajaan dan anak masyarakat jelata yang ada di sekitaran keraton.

Materi yang diberikan ialah sekitar pembangunan sikap peradaban batin, sikap dan norma. Secara tidak langsung, aura kerajaan membuat masyarakat jadi memiliki kesadaran buat belajar.

Baca Juga : Inilah 8 Universitas Terbaik di Jogjakarta Tahun 2024

Banyak sekolah yang terlahir di jaman Belanda dan tetap bertahan sampai saat ini

Saat Belanda masuk ke dalam Indonesia, pengaruh banyak yang sampai ke warga termasuk beberapa raja. Dampak ini menyelam dalam pendidikan yang berada di Yogyakarta dan mengajari masalah politik dagang, pertanian, bahasa, politik dagang, kebudayaan, dan hukum.

Belanda banyak membangun beberapa sekolah di Yogyakarta dan hingga kini yang keberadaan terawat yakni SMA Negeri 3 dan SMP Negeri 5. Lantas di tahun 1900-1945 yang diketahui sebagai Zaman Kebangunan Nasional, lahirlah Hollands lnlandsche School. Sekolah ini jadi contoh yang selanjutnya lahir beberapa sekolah lain dengan guru dari famili keraton dan figur agama. Evaluasi yang dikatakan waktu itu ialah tata krama dan budaya, rumah tangga, dan kesejahteraan.

Eksplorasi Belanda pada masyarakat justru tumbuhkan semangat untuk membangun lembaga-lembaga kooperatif dan non-kooperatif seperti Wahidin Sudirohusodo (1852-1916) dan Budi Utomo 1908 yang beroperasi pada sektor agama, pendidikan, dan politik. Sementara beberapa sekolah yang berdiri di Yogyakarta pada jaman Belanda dan tetap bertahan sampai saat ini yakni Muhammadiyah (1912) dan Perguruan Taman Pelajar (1922).

Tiap lembaga pendidikan di Yogyakarta memiliki beberapa unsur normatif

Menurut Noeng Muhadjir (1999), pendidikan ialah usaha yang terprogram untuk memperhitungkan peralihan sosial oleh pengajar (guru) menolong subyek (pelajar) dan unit sosial, berkembang dengan tingkat normatif yang lebih bagus.

Dan untuk ke arah jalan itu, kerangka pendidikan harus capai 5 elemen, yakni: (1) Yang memberikan (guru/dosen/pamong), (2) yang terima (pelajar/pelajar/mahapelajar/peserta didik), (3) tujuan baik untuk yang memberikan dan yang terima dengan filosofi mencakup norma, sikap terpuji, karakter terpuji, practical values, dan living values, (4) sistem atau langkah sebagai proses yang baik dan benar, (5) kerangka positif yang berniat pendidikan harus memaksimalkan yang positif dan meminimalisir peranan negatif hingga pendidikan memberikan dampak learning society.

Ke-5 elemen barusan tidak diacuhkan oleh lembaga pendidikan di Yogyakarta hingga mereka sanggup memberi pendidikan lebih unggul. Karena itu lalu ada agunan kualitas, jumlah, dan kontinuitas penerapan pendidikan di Yogyakarta. https://www.tongkrongin.com/

Keraton Yogyakarta yang membuat cuaca akademik yang tidak sama dengan kota lain

Sugiyanto menulis, predikat kota budaya, kota pariwisata, dan kota perjuangan yang dipunyai oleh Yogyakarta membuat cuaca akademik hingga semakin memberikan dukungan Yogyakarta untuk dikatakan sebagai kota pelajar. Juga ada aura keraton membuat kota ini dikenali tenang, damai, dan berbudaya hingga apa pun itu yang sudah dilakukan penduduknya akan pikirkan nilai budaya, nilai sosial, dan norma.

Ini dapat disaksikan bagaimana penentuan harga sewa kos, biaya pendidikan, harga makan dan sebagainya di Yogyakarta yang populer murah. Ini karena penduduknya tidak berpatok pada nilai ekonomi, tetapi malah pada beberapa nilai mulia. Ada keyakinan pada keraton memberi perasaan aman dan fokus belajar penuh.

Memiliki lebih dari 100 perguruan tinggi dan beberapa ratus program study

alasan Yogyakarta disebut sebagai kota pelajar tidak lain ialah karena jumlahnya perguruan tinggi yang tumbuh didalamnya. Dikutip dari situs Lembaga Service Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Daerah V, di Wilayah Spesial Yogyakarta ada 104 perguruan tinggi dengan 732 prodi dan menyebar di 5 kabupaten/kota.

Dengan demikian, ini jadikan Yogyakarta sebagai kota dengan opsi perguruan tinggi dan program study yang berbagai ragam untuk beberapa pelajar yang hendak meneruskan ke tingkatan pendidikan lebih tinggi. , banyak macam ilmu yang dapat diputuskan dimulai dari ilmu murni, ilmu aplikasi, dan ilmu antara sektor. Oleh karena itu, Yogyakarta lalu jadi tujuan belajar oleh beberapa pelajar dari semua Indonesia.

Karena ada 5 alasan di atas, semakin percaya ‘kan jika Yogyakarta memang pantas dikatakan sebagai kota pelajar? Bukan baru diperoleh apalagi karena hadiah, tetapi diberi secara langsung oleh warga dengan pertimbangkan beragam faktor yang terdapat dalam kota ini. Saat ini, tinggal pekerjaan kita nih buat jaga alasan-alasan di atas masih tetap ada hingga predikat Yogyakarta kota pelajar tetap ada sampai kelak.